Bandar Bola Online - Departemen Kehakiman Amerika Serikat (AS) yang kini sedang menyelidiki adanya dugaan kasus korupsi dalam investasi pembangkit listrik di Indonesia.Ada beberapa pejabat Indonesia yang terseret dalam kasus tersebut yang diduga telah menerima suap.
Pada hari Rabu (28/9/2016),Departemen Kehakiman AS sedang melakukan investigasi soal kasus penyuapan dan kejahatan yang lainnya di Maxpower Group Pte Ltd yang telah membangun dan mengoperasikan pembangkit listrik yang berbahan bakar gas di Asia Tenggara.
AS melarang keras disetiap perusahaan mereka untuk memberikan suap kepada pejabat negara manapun juga dalam proyek kerjanya.Bila ada yang terbukti telah melakukan suap,perusahaan tersebut akan dipidanankan sesuai UU AS.
Maxpower diduga telah melakukan suap kepada pejabat bidang energi Indonesia.Pihak Audit Internal Maxpower juga sudah menemukan bukti suap dan kejahatan yang lainnya.
Dari hasil penyelidikian Departemen Kehakiman AS ada dugaan pelanggaran Undang-undang anti korupsi oleh eksekutif Maxpower yang sudah ikut mefasilitasi penyuapan tersebut dengan tujuan untuk memenangkan kontrak pembangkit listrik dan untuk melicinkan bisnisnya dengan pejabat energi di Indonesia.
Berdasarkan pemeriksaan audit internal di maxpower pada tahun lalu telah menyebutkan ada sekitar US$ 750 ribu secara tunai sejak tahun 2014 dan awal tahun 2015.
Para pengacara Sidley Austin LLP disewa pada bulan Desember tahun lalu,untuk melakukan audit dan telah menemukan indikasi kartawan Maxpower untuk melakukan pembayaran yang tidak pantas kepada pejabat pemerintah Indonesia.
Dari pihak Standard Chartered selaku yang memiliki saham yang terbesar di Maxpower Group Pte Ltd mengakui adanya penyelidikan yang telah dilakukan oleh Departemen Kehakiman AS atas tuduhan penyuapan terhadap pejabat Indonesia.Yang dilakukan pada tahun 2012,Standard Chartered sendiri telah membeli saham mayoritas Maxpower sebesar US$ 60 juta.
"Kami secara proaktif telah menyerahkan masalah tersebut kepada pihak yang berwenang dan telah melakukan review semdiri," tutur pihak Standard Chartered kepada AFP.
0 comments:
Post a Comment