"Saya benci untuk mengatakannya, tapi kesimpulannya cukup jelas: Kita negara bodoh, banyak ribut, buta huruf, dan gampang termakan omongan," kata dia.
"Trump melaju dalam nominasi ini tanpa menawarkan program atau rencana. Dengan segala retorika kasar soal orang Meksiko, pecundang, muslim, bodoh, China, Amerika, hebat, lagi, dia memperdaya jutaan rakyat Amerika."
Menurut Illing, kondisi ini membuktikan mayoritas rakyat Amerika tidak tertarik dengan segala hal terkait pemerintahan. Mereka tidak mengerti dan tidak mau mengerti.
Trump, kata dia, punya jurus sederhana: berpura-pura bodoh dan marah karena dua hal itulah yang orang suka.
"Dia menjadi cermin bagi negara kita. Dia menunjukkan betapa butanya kita. Di Nevada, misalnya, 70 persen pemilih Trump adalah mereka yang lebih menyukai kandidat anti-kemapanan dibanding yang punya pengalaman politik. Itu artinya mereka tidak peduli apakah dia paham soal bagaimana pemerintah bekerja atau dia punya kemampuan melakukannya. Itu adalah bentuk protes, hasil dari kemarahan, bukan pertimbangan."
Noam Chomsky, aktivis politik kondang Amerika, punya pandangan lain soal Trump. Dalam wawancara dengan situs berita liberal Alternet dua hari lalu, Chomsky mengatakan kepopuleran Trump adalah akibat ketakutan di tengah masyarakat.
"Ketakutan, seiring dengan rusaknya masyarakat di masa neoliberal ini," kata dia. "Rakyat merasa dikucilkan, tak berdaya, korban kekuasaan yang tidak mereka mengerti."
Chomsky, yang sudah menyatakan akan memilih Hillary Clinton dari Partai Demokrat, melihat ada kesamaan kondisi saat ini dengan masa Depresi 1930-an yang berujung pada Perang Dunia Kedua.
"Menarik membandingkan situasi ini dengan periode 1930-an. Di masa itu kemiskinan dan penderitaan jauh lebih buruk. Namun di tengah rakyat miskin yang bekerja dan pengangguran, masih ada harapan yang tidak muncul dalam situasi saat ini," kata dia, seperti dilansir the Hill.com, Rabu (24/2).
Posted by : Bola125
0 comments:
Post a Comment